High Carbon Steel atau Baja Karbon
Tinggi
Baja Karbon Tinggi
(High Carbon Steel) Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki
kandungan karbon sebesar 0,6% C – 1,4% C yang berati dalam setiap 1 ton baja
karbon tinggi mengandung carbon antara 60-140 kg. Baja karbon tinggi memiliki
sifat tahan panas, kekerasan serta kekuatan tarik yang sangat tinggi akan
tetapi memiliki keuletan yang lebih rendah sehingga baja karbon ini menjadi
lebih getas. Baja karbon tinggi ini sulit diberi perlakuan panas untuk
meningkatkan sifat kekerasannya, hal ini dikarenakan baja karbon tinggi
memiliki jumlah martensit yang cukup tinggi sehingga tidak akan memberikan
hasil yang optimal pada saat dilakukan proses pengerasan permukaan. Dalam
pengaplikasiannya baja karbon tinggi banyak digunakan dalam pembuatan alat-alat
perkakas seperti palu, gergaji, pembuatan kikir, pisau cukur, dan sebagainya.
Proses pembuatan baja dimulai dengan proses ekstraksi
bijih besi. Proses reduksi umumnya terjadi di dalam tanur tiup (blast
furnace) di mana di dalamnya bijih besi (iron ore) dan batu
gamping (limestone) yang telah mengalami pemanggangan (sintering) diproses
bersama-sama dengan kokas (cokes) yang berasal dari batubara.
Serangkaian reaksi terjadi di dalam tanur pada waktu dan lokasi yang
berbeda-beda, tetapi reaksi penting yang mereduksi bijih besi menjadi logam
besi adalah sebagai berikut:
Fe2O3 + 3CO à 2Fe
+ 3CO2
Luaran utama dari proses ini adalah lelehan besi
mentah (molten pig iron) dengan kandungan karbon yang cukup tinggi (4%C)
beserta pengotor-pengotor lain seperti silkon, mangan, sulfur, dan fosfor .
Besi mentah ini belum dapat dimanfaatkan secara langsung untuk aplikasi
rekayasa karena sifat-sifat (mekanis)-nya belum sesuai dengan yang dibutuhkan
karena pengotorpengotor tersebut. Besi mentah berupa lelehan atau coran
selanjutnya dikirim menuju converter yang akan mengkonversinya menjadi baja.
Proses pembuatan baja umumnya berlangsung di tungku
oksigen-basa (basic-oxygen furnace). Di dalam tungku ini besi mentah cair
dicampur dengan hingga 30% besi tua (scrap) yang terlebih dahulu dimasukkan ke
dalam tanur. Selanjutnya, oksigen murni ditiupkan dari bagian atas ke dalam
leburan, bereaksi dengan Fe membentuk oksida besi FeO. Beberapa saat sebelum
reaksi dengan oksigen mulai berlangsung, fluks pembentuk slag dimasukkan dalam
jumlah tertentu.
Oksida besi atau FeO selanjutnya akan bereaksi dengan
karbon di dalam besi mentah sehingga diperoleh Fe dengan kadar karbon lebih
rendah dan gas karbon monoksida. Reaksi penting yang terjadi di dalam tungku
adalah sebagai berikut:
FeO + C à Fe
+ CO
σp
= kekuatan patah, σu = kekuatan tarik maksimum, σy
= kekuatan
luluh, ef =
regangan sebelum patah, x = titik patah, YP = titik luluh
Kita juga bisa mengetahui kadar
dalam suatu baja sesuai dengan macam-macam standarisasi yang umum digunakan :
• AISI (American Iron Steel
Institute).
• SAE (Society for Automotive
Engineering).
• JIS (Japanese Industrial
Standard).
• SNI (Standar Nasional
Indonesia).
A.
AISI-SAE
Standarisasi
dengan sistem AISI dan juga SAE merupakan tipe standarisasi dengan berdasarkan
pada susunan atau komposisi kimia yang ada dalam suatu baja. Ada beberapa
ketentuan dalam Standarisasi baja berdasarkan AISI atau SAE, yaitu :
Dinyatakan dengan 4 atau 5 angka:
1. Angka pertama menunjukkan jenis
baja.
2. Angka kedua menunjukkan:
a. Kadar unsur paduan untuk baja
paduan sederhana.
b. Modifikasi jenis baja paduan untuk
baja paduan yang kompleks.
3. Dua angka atau tiga angka terakhir
menunjukkan kadar karbon perseratus persen.
4. Bila terdapat huruf di depan angka
maka huruf tersebut menunjukkan proses pembuatan bajanya.
Contoh
standarisasi Baja karbon dengan AISI-SAE :
SAE 1045, berarti :
Angka 1 : Baja Karbon
Angka 0 : Persentase bahan alloy (tidak ada)
Angka 45 : Kadar karbon (0.45%
Karbon)
B.
JIS (Japanese Industrial Standard)
Standarisasi dengan sistem JIS
merupakan salah satu tipe standarisasi atas dasar aplikasi produksi dan grade
(kualifikasi untuk aplikasi tertentu). JIS standard dikembangkan oleh Japanese
Industrial Standards Comitee yang merupakan bagian dari Kementrian Industri dan
Perdagangan Internasional di Tokyo. Sama halnya dengan standarisasi AISI-SAE,
standarisasi JIS juga mempunyai beberapa ketentuan, diantaranya :
1. Diawali dengan SS atau G dan
diikuti dengan bilangan yang menunjukkan kekuatan tarik minimum dalam kg/mm2
2. Diawali dengan S dan diikuti
dengan bilangan yang menunjukkan komposisi kimianya.
3. Untuk golongan Stainless Steel
biasanya menggunakan grade dari ASTM dengan menggunakan kode huruf SUS diikuti
dengan kode angka sesuai dengan AISI atau SAE.
*)
Contoh standarisasi baja karbon dengan JIS :
JIS G 5101 (Baja karbon cor).
JIS G 3201 (Baja karbon tempa).
JIS G 3102 (Baja karbon untuk
konstruksi mesin).
JIS G 3101 (Baja karbon untuk
konstruksi biasa).
C.
SNI (Standar Nasional Indonesia)
Standarisasi SNI ini merupakan
tipe standarisasi yang sama dengan JIS, yaitu berdasarkan aplikasi produksi.
Ada beberapa contoh standarisasi SNI pada baja karbon yang umumnya terdapat di
pasaran, diantaranya :
SNI 07-0040-2006 (Kawat baja
karbon rendah).
SNI 07-0053-2006 (Batang kawat
baja karbon rendah).
SNI 07-2052-2002 (Baja karbon
untuk tulang beton).
SNI 07-0601-2006 (baja karbon
dalam bentuk plat).
Penggunaan Baja Karbon Dalam Teknik
Mesin :
Ø Kandungan C = 0.7 – 0.9%
Digunakan untuk bahan pembuatan :
·
Per (pegas)
·
Mata pahat kayu
·
Mata gergaji kayu
·
Mata serutan kayu,
dll
Ø Kandungan C = 0.9 – 1.1%
Digunakan untuk bahan pembuatan :
·
Mata pahat besi
·
Pelubang (pumcher)
·
Tap
·
Snei
·
Bahan pembuat
poros, dll
Ø Kandungan C = 1.1 – 1.4%
Digunakan untuk bahan pembuatan :
·
Silet
·
Gergaji besi
·
Kikir
·
Tap
·
Snei, dll